Rabu, 09 Desember 2015

GENDIS (EPILOG)



EPILOG

Sebelumnya Gendis (11)


Gendis mematut bayangan dirinya di depan cermin raksasa seukuran dirinya. Memastikan penampilannya kembali. Kebaya merah muda selutut terlihat membungkus tubuhnya. Tidak ketat. Terasa pas dan elegan. Tampak serasi dengan kain batik yang dikenakan sebagai bawahannya. Rambut panjangnya kini telah disanggul sederhana, sesuai dengan permintaannya. Tak banyak gaya. Simpel dan sederhana. Terakhir make-up tipis terpoles sempurna di wajah makin menyempurnakan penampilannya.

“Jadi kenapa kamu masih di sini, hem?”

Sepasang lengan melingkar di pinggang Gendis. Memeluknya erat. Tanpa berbalik Gendis tahu siapa pelakunya. Alih- alih melepaskan diri, Gendis justru menyandarkan punggungnya ke belakang. Nyaman.

“Acara mau dimulai kenapa kamu masih di sini? Nostalgia masa lalu, huh!”

Gendis tergelak. “Ck, kamu ini ngerusak suasana romantis aja sih, Yang!”

“Ups! Sorry!”

Gendis mencibir. Ia pun berbalik lalu tertawa geli. Kepalanya menggeleng beberapa saat, “Susah memang punya laki manusia es. Nggak romantis!”

“Oh ya!”

“Iyalah!”

“Tapi kan gini- gini kamu cinta aku.”

“Kamu juga cinta aku.” Ujar Gendis tak mau kalah.

“Iy…,”

“Yak! Ini laki bini malah asyik berduaan di sini. Ini anaknya nyariin!” Sosok laki- laki muncul dari balik pintu seraya menggendong seorang balita tampan yang matanya sudah basah dengan air mata.

Gendis tersentak. Secepat kilat ia meraih balita tersebut dan menggendongnya, “Anak mama, sayang! Cup! Cup! Kenapa, Nak? Mom’s here!”
Ajaib! Dalam sekejap anak itu terdiam. Lalu memeluk Gendis erat. Gendis terkekeh dibuatnya.

“Ck, lo ngapain anak gue, Tam?”

Tama, lelaki yang baru muncul nyengir. “Pasti lo isengin ya?”

“Bukan gue tapi cewek- cewek di bawah tuh! Abisnya anak lo ngegemesin, El! Lucu, cakep lagi.”

“Anak siapa dulu dong!”

Gendis mendengus geli. Elroy sudah jauh berubah dari awal ia bertemu dulu. Sejak menikah dengannya dua tahun silam, Lelaki itu perlahan tak lagi dingin dan datar. Sekarang jauh lebih manusiawi, menurut Bastian.

Yah, akhirnya mereka menikah, setelah drama panjang dalam hidupnya. Gendis memang tak serta merta memaafkan Elroy. Butuh waktu panjang bagi Elroy untuk kembali meluluhkan hatinya. Dan Gendis tahu itu bukan perjuangan yang mudah karena semakin keras usaha Elroy semakin keras pula ia menolak. Tetapi pada akhirnya ia pun menyerah karena hatinya tetap tak bisa berpaling.

“Udah yuk ah kebawah. Acara mau dimulai kan?” Ajak Gendis kepada dua lelaki yang asyik saling mencela.

“Astaga!” Tama menepuk jidat, “Padahal gue kesini juga disuruh Kinar manggil lo, Ndis. Malah nyangkut sama nih kunyuk gue.”

“Wets! Ngomong apa lo?” Tegur Elroy sembari menoyor kepala Tama, “Gue doain nggak laku lo entar!”

“Ck, El tega amat sih lo!”

“Hus, hus, berisik kalian!” lerai Gendis sambil melangkah keluar, “Udah yuk ah turun! Kelamaan di sini bisa ngamuk sih Kinar!”

“Kalau Kinar sih gue tahan, Ndis! Tapi kalau lakinya itu… Deuh bawel!”

Gendis mendesis. “Ish, Gitu- gitu juga sahabat lo!”

Tama mengusap- usap tengkuk belakangnya. “Iya juga sih ya!”

“Sini! Raul sama papa!” Elroy meraih balita dalam gendongan Gendis. “Ribet kamu turunnya nanti. Pakai kebaya lagi!”Ujarnya lagi pada Gendis.

“Please deh Yang, namanya juga nikahan. Masa iya aku pakai training!” protes Gendis sambil menyerahkan sang anak pada ayahnya. Elroy tertawa kecil, Raul yang sudah berada di gendongannya ikut tertawa. Dia mungkin belum mengerti, tertawa karena ayahnya sedang tertawa.

“Ya udah nggak pakai ngambek dong!”

Wajah Gendis memerah. Sebelah tangan Elroy yang bebas mencolek dagunya. Meski sudah bertahun-tahun menikah, sentuhan Elroy masih membuatnya tersipu.

“Ck, cak pengantin baru aja lo, Ndis!”

“SIRIK!” Gendis mendelik. Sesaat ia lupa keberadaan Tama.

“Nasib jomblo, Yang!”

Giliran Tama yang melotot. “Beuh laki bini tukang bully! Bukannya nyariin gue calon sih kalian ini?”

Gendis dan Elroy tertawa bersamaan. “Udah- udah nggak kelar- kelar kita di sini. Yuk turun!” Gendis mulai melangkah menuruni tangga diikuti Tama dan Elroy yang menggendong Raul. Balita itu mulai terpejam, sepertinya ia benar- benar nyaman dalam pelukan sang ayah.

“Saya terima nikah dan kawinnya Kinarya Ariani binti Rahmad Harianto dengan mas kawin tersebut tunai.”

“Sah?”

“SAHHHHHH!”

“Alhamdulillah…,”

Gendis tersenyum tipis. Keharuan menyeruak perasaannya. Akhirnya Kinar menikah juga. Satu prosesi dalam hidup pun akan dilalui sahabatnya. Sama sepertinya dulu. Menikah bukan akhir tapi awal langkah kehidupan yang baru. Sesaat Gendis melirik lelaki yang duduk disebelahnya, yang tampak tak terganggu dengan keberadaan bocah lelaki yang tengah tidur di pelukannya. Dihelanya nafas panjang, sungguh ia bersyukur dengan hidupnya saat ini, tetapi jika menengok jauh ke belakang pun dia takkan menyesal. Tuhan selalu punya rencana terbaik untuk hambaNya kan?

“Yang,”

“Hmm,”

“Pulang yuk!”

Gendis menoleh terkejut. “Apa? Kan nikahnya belum selesai.”

“Ah, kamu cantik banget sih hari ini.” Gendis terkesiap. Dia sepertinya sudah menduga maksud suaminya. “Nggak ikhlas nih aku banyak yang ngeliatin kamu dari tadi.”

Gerrr… El kumat!
***



Dah abis. Tamat yeee….

Mohon maaf jika masih banyak kesalahan dan typo.

Tararengkyuu…. Next pindah ke cerita yang lain yaaa…

3 komentar:

  1. Suka banget. Kirainbendingnya beneran yang 10 itu. Maen end ajaaaa hahahahaha... Tp ada epilog ato engga tetap keren. Sukaaaaaaaa bannnget

    BalasHapus
  2. si elroy patut bersyukur si gendis masih mau menunggu.
    kalo aku nih yaaa... huuuuuuhhhh...
    tak suobek suobeeeeekkkk... #fanstukul
    :D :D :D

    betewe, 4 jempol, mbak. real nice...
    maaf baru komen sekarang.
    mau komen per episode kok nanggung banget.
    sekalian aja nunggu tamatnya.

    BalasHapus